PENGERTIAN PAJAK
Menurut
Deutsche Reichs Abgaben Ordnung, mengatakan “pajak
adalah bantuan uang secara incidental atau secara periodic yang dipungut oleh
badan yang bersifat umum (=Negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi
suatu sasaran pemajakan ,yang karena undang-undang telah menimbulkan utang
pajak.”
Menurut
Mr.Dr.N.J.Feldmann, mengatakan “pajak
adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma-norma yang ditetapkan umum), tanpa adanya kontraprestasi dan
semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
Menurut
Prof.Dr.M.J.H.Smeets, mengatakan “pajak
adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan
yang dapat dipaksakan tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan
dalam hal yang individual maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.”
Menurut
Dr.Soeparman Soemahamidjaja, mengatakan “pajak
adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan
jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Menurut
Prof.Dr.Rochmat Soemintro,S.H.,mengatakan “pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat
dipaksakan dengan tidak mendapat jasa imbal kontraprestasi yang langsung dapat
di tunjukkan dan yang di gunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
CIRI-CIRI YANG MELEKAT PADA
PENGERTIAN PAJAK
Ciri-ciri
pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi adalah :
1. Pajak
peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.
2. Pajak
dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya,
sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam
pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara
individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak
dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak
diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
6. Pajak
dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.
7. Pajak
dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
FUNGSI PAJAK
Fungsi budgetair/Financial yaitu
memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas Negara dengan tujuan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran Negara.
Penerimaan
dari sector pajak dewasa ini menjadi tulang punggung penerimaan Negara dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk tahun anggaran 1996/1997
jumlah penerimaan pajak mendoninasi 61,78% dari total penerimaan APBN atau
71,59% dari penerimaan dalam negeri. Penerimaan minyak dan gas bumi (migas)
yang sempat menjadi primadona pada saat oil boom ternyata pada tahun yang sama
hanya menyumbang 18,06% dari total penerimaan dalam negeri, sedangkan
penerimaan bukan pajak hanya memberikan sumbangan sebesar 10,35% terhadap
penerimaan dalam negeri.
Fungsi regulerend/fungsi mengatur yaitu
pajak yang digunakan sebagai alat fungsi mengatur masyarakat baik dibidang
ekonomi, social maupun politik dengan tujuan tertentu.
Pajak
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dapat dilihat dalam
contoh sebagai berikut:
1. Pemberian
insentif pajak (misalnya: tax holiday, penyusutan dipercepat) dalam rangka
meningkatkan investasi baik investasi dalam negeri maupun investasi asing.
2. Pengenaan
pajak ekspor untuk produk-produk tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam
negeri.
3. Pengenaan
Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk produk-produk impor
tertentu dalam rangka melindungi produk-produk dalam negeri.
PENDEKATAN TERHADAP PAJAK
Sebagai
sesuatu yang ada di masyarakat, pajak dapat didekatindari berbagai segi,
misalnya dari segi sosiologi, dari segi politik, dari segi ekonomi, dari segi
hukum,dsb. Pada bagian ini hanya akan dibahas mengenai pendekatan pajak dari
segi hukum dan ekonomi.
1.
Pajak
ditinjau dari segi hukum
Rochmat
Soemitro mengatakan bahwa :
“Pajak dilihat dari segi hukum
dapat didefinisikan sebagai perikatan yang timbul karena undang-undang yang
mewajibkan seorang memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang, untuk
membayar suatu jumlah tertentu kepada Negara (masyarakat) yang dapat
dipaksakan, dengan tiada mendapat imbalan yang secara langsung dapt ditunjuk
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.[1]”
Dari
definisi tersebut dapat dilihat bahwa pajak merupakan sebuah perikatan. Akan
tetapi, perikatan dalam pajak berbeda dengan perikatan perdata pada umumnya,
karena beberapa hal yakni :
a. Perikatan
perdata dapat lahir karena perjanjian dan dapat pula karena undang-undang,
sedangkan perikatan pajak hanya lahir karena undang-undang dan tidak lahir
karena perjanjian.[2]
b. Dalam
perikatan perdata hubungan hukum terjadi di antara para pihak yang mempunyai
kedudukan yang sama/sederajat, sementara di dalam perikatan pajak kedudukan
para pihaknya tidak sederajat. Dalam hal ini perikatan pajak melibatkan orang
yang telah memenuhi syarat tertentu[3]
untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada Negara yang dapat dipaksakan. Dari
pendekatan seperti itu pajak menitikberatkan pada perikatan dan hak kewajiban
dari para pihak. Dalam hal ini perikatan terjadi antara pihak selaku fiscus[4]
dengan rakyat selaku subyek pajak/wajib pajak. Perikatan antara fiscus dengan subyek pajak/wajib pajak
tersebut memberikan posisi yang berada kepada para pihak.
2.
Pajak
ditinjau dari segi ekonomi
Dilihat
dari segi ekonomi, pajak dapat dilihat dari sisi mikroekonomi maupun dari sisi
makro ekonomi. Seperti dikatakan oleh Rochmat Soemitro, bahwa:
Dari
segi mikro ekonomi mengurangi income individu,
mengurangi daya beli seseorang, mengurangi kesejahteraan individu, mengubah
pola hidup wajib pajak. Dari segi makro ekonomi, pajak merupakan income bagi masyarakat (Negara) tanpa
menimbulkan kewajiban pada Negara terhadap wajib pajak.[5]
PENGENAAN PAJAK
A.
Stelsel
Pajak
Stelsel
pajak pada umumnya tidak terlepas dari system pemungutan, hal tersebut karena
keduanya saling berkaitan. System oemungutan pajak lebih menekankan masalah
waktu dimana pada umumnya ada tiga system, yaitu system pemungutan pajak
didepan, pemungutan pajak ditengah dan pemungutan pajak dibelakang.
1.
Stelsel
riil/nyata
Dalam stelsel
riil/nyata pengenaan pajak didasarkan pada keadaan dari obyek pajak yang
sesungguhnya. Apabila pajak itu dikenakan terhadap penghasilan misalnya, maka
pengenaan pajak didasarkan pada penghasilan yang sungguh-sungguh diterima atau
diperoleh oleh wajib pajak.
2.
Stelsel
anggapan
Berbeda dengan stelsel
riil dimana pengenaan pajak didasarkan pada keadaan dari obyek pajak yang
sesungguhnya, maka dalam stelsel anggapan pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan hukum (fictie) tertentu.
Sekalipun dasarnya adalah anggapan, tetapi anggapan ini tidaklah dengan serta
merta dan sembarang saja. Fictie hukum
yang dipakai ini misalnya menganggap bahwa penghasilan yang diterima oleh
setiap wajib pajak adalah sama besarnya untuk setiap tahun pajak.
3.
Stelsel
campuran
Stelsel ini merupakan
perpaduan dari dua stelsel yang telah diuraikan di atas dan sekaligus merupakan
upaya untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan dari kedua stelsel sebelumnya.
Dalam stelsel campuran, utang pajak dikenakan dengan mendasarkan stelsel fictie pada awal masa/tahun pajak yang
itu merupakan ketetapan yang bersifat sementara, dimana setelah masa/tahun
pajak berakhir akan dikoreksi berdasarkan keadaan dari penghasilan yang
sesungguhnya diterima oleh wajib pajak.
B.
Sistem
pemungutan pajak
Maksud
sistem pemungutan pajak yaitu sebagai sistem pemungutan tidak hanya sebatas
pada masalah waktu seperti yang telah disebut dalam uraian mengenai stelsel,
melainkan juga mengenai kewenangan dan tanggung jawab untuk menghitung dan
menetapkan besarnya utang pajak. Seperti diketahui bahwa dikenal dengan adanya
beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu :
1. Official assessment system, yaitu
suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah:
a. Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiscus;
b. Wajib
pajak bersifat pasif;
c. Utang
pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak[6]
oleh fiscus.
Dalam sistem ini pihak fiscus masih cukup dominan untuk
menghitung dan menetapkan utang pajak.
2. Self assessment system, yaitu
suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak tang terutang. Ciri-ciri dari sistem ini :
a. Wewenang
utk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri;
b. Wajib
pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang;
c. Fiscus tidak
ikut campur dan hanya mengawasi.
Sistem self assessment ini diterapkan pada
jenis pajak dimana wajib pajaknya dipandang cukup mampu untuk diserahi tanggung
jawab untuk menghitung dan menetapkan utang pajaknya sendiri. Dalam hal ini,
subyek pajak/wajib pajaknya relative terbatas, tidak seperti dalam Pajak Bumi
dan Bangunan.
3. With holding sytem, yaitu
sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Yang banyak melakukan tanggung jawab pajak adalah pihak ketiga. Dapat dilihat
dalam pajak penghasilan, khususnya PPh. Pasal 21, dimana pemberi kerja,
bendaharawan pemerintah, dana pensiun dan sebagainya yang kepadanya diserahi
tanggung jawab untuk memotong pajak terhadap penghasilan yang mereka bayarkan.
C.
Tarif
pajak
Besarnya
utang pajak ditentukan oleh dua komponen utama, yaitu jumlah yang menjadi dasar
pengenaan pajak atau jumlah yang dikenai pajak (tax base) dan tariff yang diterapkan terhadapnya (tax rates). Oleh karena itu, untuk
menentukan besarnya pajak dapat digunakan rumus :
T
= Tb x Tr
T
adalah besarnya utang pajak (tax)
Tb
adalah dasar pengenaan pajak (tax base)
Tr
adalah tarif pajak (tax rates).
Ada
beberapamacam tarif yang dikenal didalam pajak. Dari macam-macam tarif tersebut
tidak semuanya diterapkan didalam praktek karena akan menimbulkan masalah
keadilan. Macam-macam tarif itu adalah:
1. Tarif
Tetap
Tarif tetap yaitu
tariff pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya
berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang selalu tetap.
Contoh : Bea materai
untuk cek dan bilyet giro, berapapun nominalnya dikenakan Rp. 3000
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Jumlah
Pajak
|
Rp.10.000.000
Rp.20.000.000
Rp.30.000.000
Rp.40.000.000
|
Rp.3.000
Rp.3.000
Rp.3.000
Rp.3.000
|
2. Tarif
Proporsional atau Sebanding
Tariff proporsional
yaitu tarif pajak yang merupakan persentase yang tetap, tetapi jumlah pajak
yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding dengan dasar pengenaan
pajaknya.
Contoh : tarif PPN 10%
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Jumlah
Pajak
|
Rp.10.000.000
Rp.20.000.000
Rp.30.000.000
Rp.40.000.000
|
10%
10%
10%
10%
|
Rp.1.000.000
Rp.2.000.000
Rp.3.000.000
Rp.4.000.000
|
3.
Tarif Progresif
Tarif
progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai
dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.
Tarif
progresif ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a.
Tarif progresif-proporsional
b.
Tarif progresif-progresif
c.
Tarif progresif-degresif
Tarif progresif-proporsional yaitu
tariff pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya
meningkat dan besarnya peningkatan dari tarifnya sama besar.
Tarif progresif-progresif yaitu tarif
pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat
dan besarnya peningkatan tarifnya semakin besar.
Tarif progresif-degresif yaitu tarif
pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat
dan besarnya peningkatan tarifnya semakin kecil.
4.
Tarif Degresif
Tarif
degresif yaitu tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat. Tarif degresif ini dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
a.
Tarif degresif-proporsional
b.
Tarif degresif-progresif
c.
Tarif degresif-degresif
Tarif degresif-proporsional yaitu tarif
pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat
dan besarnya penurunan dari tarifnya sama besar.
Contoh
tarif degresif-proporsinal absolut
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
Tarif
|
Jumlah
Pajak
|
Rp 10 juta
Rp 20 juta
Rp 30 juta
Rp 40 juta
|
s.d Rp 10 juta = 25%
di atas Rp 10 juta
s.d Rp 20 juta = 20%
di atas Rp 20 juta
s.d Rp 30 juta = 15%
di atas Rp 30 juta =
20%
|
-
5%
5%
5%
|
Rp 2,5 juta (10 juta
x 25 %)
Rp 4 juta (20 juta x
20%)
Rp 4,5 juta (30 juta
x 15%)
Rp 4 juta (40 juta x
10%)
|
Contoh
tarif degresif-proporsional berlapisan
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
Tarif
|
Jumlah
Pajak
|
Rp 100 juta
Rp 200 juta
Rp 300 juta
Rp 400 juta
|
s.d Rp 10 juta = 25%
di atas Rp 10 juta
s.d Rp 20 juta = 20%
di atas Rp 20 juta
s.d Rp 30 juta = 15%
di atas Rp 30 juta =
10%
|
-
5%
5%
5%
|
Rp 2,5 juta (10 juta
x 25 %)
Rp 4 juta (10 juta x
25% + 10 juta x 20%)
Rp 6 juta (10 juta x
25% + 10 juta x 20% + 10 juta x 15%)
Rp 7 juta (10 juta x
25% + 10 juta x 20% + 10 juta x 15% + 10 juta x 10%)
|
Tarif degresif yaitu tariff pajak yang persentasenya
semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan
dari tarifnya semakin besar.
Tarif degresif-degresif yaitu tarif pajak yang
persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan
besarnya penurunan dari tarinya semakin kecil.
Contoh
tarif degresif-degresif absolut
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
Tarif
|
Jumlah
Pajak
|
Rp 10 juta
Rp 20 juta
Rp 30 juta
Rp 40 juta
|
s.d Rp 10 juta = 40%
di atas Rp 10 juta
s.d Rp 20 juta = 25%
di atas Rp 20 juta
s.d Rp 30 juta = 15%
di atas Rp 30 juta =
10%
|
-
15%
10%
5%
|
Rp 4 juta (10 juta x
40 %)
Rp 5 juta (20 juta x
25%)
Rp 4,5 juta (30 juta
x 15%)
Rp 4 juta (40 juta x
10%)
|
Contoh
tarif degresif-degresif berlapisan
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Penurunan
Tarif
|
Jumlah
Pajak
|
Rp 100 juta
Rp 200 juta
Rp 300 juta
Rp 400 juta
|
s.d Rp 10 juta = 40%
di atas Rp 10 juta
s.d Rp 20 juta = 25%
di atas Rp 20 juta
s.d Rp 30 juta = 15%
di atas Rp 30 juta =
10%
|
-
15%
10%
5%
|
Rp 4 juta (10 juta x
40 %)
Rp 6,5 juta (10 juta
x 40% + 10 juta x 25%)
Rp 8 juta (10 juta x
40% + 10 juta x 25% + 10 juta x 15%)
Rp 9 juta (10 juta x
40% + 10 juta x 25% + 10 juta x 15% + 10 juta x 10%)
|
Di samping tarif-tarif di atas, masih ada yang di
sebut tarif bentham/sistem bentham yaitu tarif pajak yang memodifikasi tarif
proporsinal dengan memberikan jumlah tertentu sebagai batas tidak kena pajak
yang tidak di kenakan pajak, pajak hanya dikenakan atas jumlah yang melebihi
batas tidak kena pajak. Tarif ini akan menghasilkan tarif efektif yang
berbeda-beda, tarif efektif tidak pernah mencapai tarif pajak yang ditentukan
tetapi semakain mendekati kalau objek pajaknya semakin besar.
Contoh :
Objek
Pajak
|
Batas
Tidak Kena Pajak
|
Dasar
Pengenaan Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Jumlah
Pajak
|
Tarif
Efektif
|
Rp 5 juta
Rp 10 juta
Rp 20 juta
Rp 30 juta
Rp 40 juta
|
Rp 5 juta
Rp 5 juta
Rp 5 juta
Rp 5 juta
Rp 5 juta
|
0
Rp 5 juta
Rp 15 juta
Rp 25 juta
Rp 35 juta
|
10%
10%
10%
10%
10%
|
0
Rp 500.000
Rp 1.500.000
Rp 2.500.000
Rp 3.500.000
|
0%
5%
7,5%
8,33%
8,75%
|
Sistem
ini di Indonesia di adaptasi dalam Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan.
DAFTAR
PUSTAKA
Suandy, Erly.,2002, Hukum Pajak, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta.
Pudyatmoko, Sri.,2002, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta.
[1] Rochmat Soemintro, 1992, Asas dan Dasar
Perpajakan 1.
[2] Rochmat Soemintro, 1992, Pengantar Singkat
Hukum Pajak,PT.Eresco Bandung.
[3] Dalam bidang pajak mereka sering disebut
sebagai “subyek pajak”, yakni mereka yang telah memenuhi syarat subyektif dan dibedakan
dengan “wajib pajak”, dimana selain memenuhi syarat subyek maka harus memenuhi
syarat obyek pula.
[4]
Dalam hal ini istilah “fiscus” diartikan
sebagai seluruh aparatur pajak sebagai wakil Negara.
[5] Rochmat Soemitro, 1992,Pengantar
Singkat Hukum Pajak.
[6]
Yang dimaksud sebagai Surat Ketetapan Pajak disini tidak sama dengan
Surat Ketetapan Pajak dalam UU Tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang didalamnya
terkandung denda. Akan tetapi Surat Ketetapan Pajak disini maksudnya sebagai
Surat yang isisnya ketetapan mengenai jumlah utang pajak yang harus dibayar
wajib pajak, yang dikeluarkan oleh fiscus. Sehingga SPPT termasuk dalam
pengertian ini.